Kamis, 17 April 2014

DESKRIPSI PEMBORAN INTI GEOTEKNIK BATUAN STANDART ISRM

Deskripsi inti bor dan pemetaan permukaan bertujuan untuk mendapatkan  data dan informasi tentang kondisi massa batuan yang akan digunakan untuk mendukung proses karakterisasi massa batuan.

Sebelum karakterisasi, massa batuan diklasifikasikan untuk mengetahui kualitas dari masing-masing lapisan (kelompok) massa batuan. Salah satu sistem klasifikasi yang aplikasinya cukup luas adalah Rock Mass Rating (RMR) system. Sistem RMR adalah system pengelompokan kualitas massa batuan dengan cara memberi bobot atau rating pada parameter-parameter dasar batuan yang diamati. Selain sistem RMR,  masih ada sistem klasifikasi yang lain dengan kebutuhan data agak berbeda dengan sistem RMR.


Pada modul ini, yang akan dibahas pengambilan data khusus untuk mendukung RMR system (Bieniawski, 1989). Terdapat  5 (lima) parameter utama yang harus dikumpulkan untuk mendukung klasifikasi sistem ini, yaitu :
a)     Strength of Intact Rock (Kekuatan batuan utuh)
Data ini dapat diperoleh melalui uji kuat tekan di laboratorium, dan juga melalui penyelidikan/pengamatan di lapangan. Kekuatan batuan di lapangan diperkirakan dengan penentuan “index strength”, yaitu dengan menggunakan pisau lipat atau palu geologi pada batuan, mengacu pada standar ISRM (Tabel 3). Data ini dapat diperoleh dari inti bor maupun dari pemetaan permukaan.
Pada tambang batubara di Indonesia, kekuatan batuan biasanya berada pada rentang Extremely Weak Rock sampai Weak Rock dengan index strength 0-25MPa.

b)     RQD (Rock Quality Designation)
RQD adalah modifikasi dari Recovery pengeboran untuk menggambarkan kualitas batuan dalam kaitannya dengan fracture alamiah. Semakin banyak fracture dalam batuan, maka RQD akan semakin rendah. RQD ditentukan dari inti lubang bor, dengan perhitungan sebagai berikut :



Jika data pengeboran kurang, RQD dapat ditentukan dari pemetaan di permukaan dengan cara membentangkan tali sepanjang lapisan berfracture dan diusahakan tegak lurus dengan arah fracture yang dominan (Laubscher, 1977) kemudian dilakukan perhitungan RQD seperti dalam lubang bor.


c)      Spacing of Discontinuities (Spasi joint)
Dari inti bor, spasi joint ditentukan dengan cara menghitung banyaknya fracture dalam satu run pengeboran, yaitu dengan cara panjang run dibagi banyaknya fracture. Dari pemetaan permukaan, spasi joint dapat juga ditentukan dengan cara dengan cara membagi panjang tali sepanjang pengamatan dibagi banyaknya fracture sepanjang tali tersebut.

d)     Condition of Discontinuities (Kondisi joint)
Kondisi joint yang diamati adalah kememenerusan joint (persistence/length), lebar rekahan (separation), kekasaran bidang (roughness), kekerasan dan lebar material isian (gouge/infilling material), dan kondisi pelapukan bidang (weathering). Jika terdapat lebih dari satu set joint, rating RMR  dihitung berdasarkan kondisi joint dengan jarak antar joint yang paling dominan (Goodman, 1989). Namun untuk keperluan karakterisasi tetap harus mempertimbangkan kondisi set joint yang lain untuk memeriksa set joint mana yang menimbulkan resiko paling tinggi atau total rating paling rendah.

Dari lima parameter kondisi joint, yang dapat diidentifikasi secara meyakinkan dari lubang bor adalah kekasaran, tebal material isian, dan kondisi pelapukan. Persistence tidak dapat diamati dari lubang bor. Adapun lebar rekahan joint tidak dapat diukur secara meyakinkan dari inti bor, karena dapat berubah ketika proses pengeboran dan handling. Proses pengambilan data di permukaan sebaiknya diprioritaskan pada singkapan yang masih segar untuk memperoleh 5 parameter kondisi joint.

e)     Groundwater Condition (Kondisi air tanah)
Air tanah mempunyai pengaruh yang besar pada prilaku massa batuan. Adanya air yang mengisi joint akan meningkatkan tekanan hidrostatis sehingga mempengaruhi disain tambang. Untuk perhitungan RMR, parameter air tidak dapat diperoleh di lubang bor, karena untuk sistem ini yang diperlukan adalah kondisi air di lereng tambang, dengan kategori : compeletely dry (kering), damp (lembab), wet (basah), dripping (menetes), dan flowing (mengalir). Walaupun demikian perlu mengambil data level air tanah untuk digunakan dalam memperkirakan garis level muka air tanah ketika melakukan pemodelan stabilitas lereng.
Selain kelima parameter di atas, data lain yang harus diambil adalah orientasi joint. Orientasi joint bisa saja diperoleh dari lubang bor melalui teknik orientasi (penandaan), tetapi lebih mudah mengamatinya di permukaan. Parameter orientasi joint digunakan untuk mengoreksi total rating RMR dari 5 parameter pertama yang biasanya disebut sebagai Basic RMR.

Deskripsi geoteknik inti bor biasanya bersamaan dengan kegiatan sampling geoteknik. Kegiatan sampling bertujuan untuk mendapatkan sampel tidak terganggu untuk kemudian diuji di laboratorium agar diperoleh sifat fisik dan mekanik batuan utuh. Agar sampel yang diambil dapat mewakili kondisi alamiahnya, maka harus diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :
a)    Sampel diambil pada kedalaman yang dapat mewakili kondisi batuan,
b)    Pengeboran menggunakan triple tube core barrel,
c)    Sampel tidak banyak kontak dengan udara luar selama packing di lokasi pengeboran dan handling di laboratorium,
Sampel dikemas sedemikian hingga, menjaga kondisi alamiahnya, dan terlindung dari guncangan selama handling dan pengiriman ke laboratorium.


I.       DESKRIPSI INTI BOR (GEOTECHNICAL CORE LOGGING)

Berikut adalah prosedur pengamatan inti bor :

1.      Persiapkan peralatan, perlengkapan, dan bahan kemudian atur penempatannya sedemikian hingga mempermudah alur kegiatan deskripsi geoteknik.
a)  Deskripsi batuan dari inti bor  : lembar pengamatan (Tabel 1), tabel panduan (Tabel 2, 3, 4, dan 5), ballpoint, note book, kalkulator, pisau lipat, palu geologi, meja deskripsi (core table), meja dada, alat ukur (meteran), water level indicator, sendok dempul, ember, gayung, dan lap.
b)  Core sampling : plastic wrap, alumunium foil, lakban kardus, koran bekas/serbuk gergaji, pipa PVC, spidol permanent, meja sampling, dan gergaji.
c)  Core photograpy : kamera digital, baterai kamera, spidol permanent dan non-permanent, papan core-info, core-box, sample-box, dan lampu penerang.
d)  Alat Pengaman Diri : helm, kacamata, sarung tangan, safety shoes, ear-plug, dan rompi lapangan.
2.      Isi informasi awal pada lembar deskripsi (Tabel 1) seperti : nama perusahaan, kode lubang bor, nomor sheet, metode pengeboran, nama proyek, nama lokasi pengeboran, koordinat UTM, inclination, azimut, total kedalaman, mesin bor yang digunakan, tanggal mulai pengeboran, dan nama logger/ wellsite/ engineer/ geologist/ geotechnician.
3.      Koordinasikan semua rangkaian kegiatan pengeboran geoteknik pada seluruh crew pengeboran. Arahkan driller untuk mendapatkan core yang mulus dan recovery tinggi. Lakukan safety-talk setiap dimulai proses pengeboran untuk mengidentifikasi apakah status kondisi tempat kerja dalam kondisi aman atau tidak.
4.      Ukur kedalaman muka air tanah dengan water level indicator, kemudian catat hasil pengukuran di lembar deskripsi kolom “Water Level”. Lewati langkah ini di hari pertama pengeboran. Data ini tidak diambil jika pengeboran dilakukan 24 jam atau jarak waktu antar shift terlalu berdekatan.
5.      Persilahkan crew untuk memulai proses pengeboran.
6.      Setelah core barel diangkat, keluarkan splitter berisi core dari core-barrel dan letakkan di atas core table (meja deskripsi). Pastikan meja deskripsi berada di tempat teduh dengan pencahayaan yang memadai.
7.      Buka splitter bagian atas. Jika core dalam keadaan kotor/tertutup lumpur, basuh core dengan air. Keruk lumpur menggunakan sendok dempul.
8.      Bentangkan alat ukur (metaran) sepanjang core. Letakkan papan core-info di sebelah core. Papan core-info telah ditulisi informasi nomor run, kedalaman top dan bottom.
9.      Potret batuan inti. Pastikan tulisan pada papan  core-info dan angka pada meteran dapat terbaca dengan jelas.  
10.   Mulailah melakukan deskripsi batuan inti dengan prosedur pengisian sebagai berikut :
a)  Isilah bagian “DRILLING” dengan rincian: kolom “Date” diisi dengan tanggal dan jam dimulainya pengeboran, kolom “From” dan “To” diisi dengan batas atas dan batas bawah run pengeboran, dan kolom “Length” diisi dengan panjang run pengeboran,
b)  Isilah bagian “RECOVERY” dengan rincian : kolom “Core length” diisi dengan panjang total core yang diperoleh, dan kolom “Recovery” diisi dengan hasil perhitungan Recovery = (core/run) x 100%.
c)  Isilah bagian “MATERIAL DESCRIPTION” dengan rincian : kolom “From” dan “To” diisi dengan batas litologi (samakan dengan interval run jika dalam satu run memiliki litologi yang sama), dan kolom “Lithology” diisi dengan informasi yang cukup menggambarkan kondisi fisik tanah atau batuan, seperti batuan utama, batuan tambahan, warna, kekompakan, laminasi, hancuran, kekasaran, ukuran butir, dan informasi lainnya.
d)  Isilah bagian “STRENGTH” dengan rincian : kolom “From” dan “To” dengan batas kekuatan batuan (samakan dengan interval run jika dalam satu run memiliki kekuatan yang sama), dan kolom “UCS” diisi dengan kode/nilai kuat tekan batuan inti. Gunakan pisau lipat atau palu geologi untuk memperkirakan kekuatan batuan sesuai panduan pada Tabel 2 bagian 1 dan Tabel 3.
e)  Isilah bagian “RQD” dengan rincian : kolom “Tot ≥ 10cm” diisi dengan Jumlah total patahan batuan inti yang memiliki panjang ≥10cm, dan kolom “RQD” diisi dengan hasil perhitungan RQD = (Tot ≥ 10cm /run) x 100%. (Gambar 1).
f)   Isilah “DISCONTINUITY INFORMATION” dengan rincian : kolom “Frequency” diisi dengan banyaknya fracture dalam satu run, kolom “Spacing” diisi dengan hasil perhitungan Spacing = run/frequency, kolom “Roughness” diisi dengan kode tingkat kekasaran bidang kekar (Tabel 2 bagian 4a-c), kolom “gouge/infill” diisi dengan dengan kode material isian (Tabel 2 bagian 4a-d), dan kolom “weathering” diisi dengan kode tingkat pelapukan bidang kekar (Tabel 2 bagian 4a-e dan Tabel 4).
11.   Jika akan dilakukan sampling pada run tersebut, ikuti prosedur sampling sebagai berikut :
a)  Potong core yang akan dijadikan sampel dengan pisau, gergaji besi atau palu geologi untuk batuan keras.
b)  Letakkan sampel pada meja sampling. Pastikan meja sampling dalam kondisi rata, stabil, dan bersih dari butiran-butiran tanah.
c)  Catat kedalaman sampel pada lembar deskripsi (Tabel 1) kolom “From” dan “To” bagian “SAMPLING”.
d)  Bungkus sampel bertuturut-turut dengan, plastic wrap, alumunium foil dan lakban kardus.
e)  Tandai kedua ujung sampel dengan tulisan “TOP” dan “BOTTOM” serta kedalaman sampel.
f)   Bungkus dengan kertas koran 5 lapis, atau sampai pas dengan diameter dalam pipa PVC, kemudian masukkan ke dalam piva PVC.
g)  Masukkan sobekan kertas di kedua ujung PVC, lalu rekat dengan lakban kardus.
h)  Beri tanda pada PVC dengan informasi meliputi :  posisi top dan bottom, kode sampel, kedalaman, jenis batuan, uji laboratorium yang diusulkan (Tabel 5), dan tanggal pengambilan sampel (Gambar 2).
i)    Catat kode sampel pada lembar deskripsi (Tabel 1) bagian “SAMPLING”, kolom “Sample Code”. Isi pula kolom “Lab.Test” dengan jenis uji yang diusulkan (Tabel 5).
j)    Simpan sampel pada sample box. Pastikan sample box berada pada kondisi yang stabil, terhindar dari guncangan, hujan dan cahaya matahari langsung.
k)  Untuk keamanan sampel selama pengiriman, pastikan sampel-box terbuat dari kayu yang kuat, didalamnya diberi bantalan, dibagian luar ditandai dengan : posisi atas, posisi bawah, dan tulisan “fragile”.
12.   Masukkan sisa core pada core-box. Simpan core-box di tempat yang teduh dan terhindar dari hujan. Jika core-box sudah penuh, lakukan pendokumentasian core-box dengan prosedur sebagai berikut :
a)  Pastikan core-box sudah memuat informasi sebagai berikut : kode lubang bor, nama perusahaan, tanggal, nomor box, run pengeboran, batas kedalaman tiap run, batas kedalaman dalam satu box, kedalaman sampel, dan kedalaman core-loss. Tulisan harus terbaca dengan jelas.
b)  Beri tanda pada papan core-info dengan :  kode lubang bor, nama perusahaan, nama proyek, lokasi, tanggal, nomor box, run pengeboran, batas kedalaman tiap run, batas kedalaman dalam satu box, dan kedalaman sampel. Tulisan harus terbaca dengan jelas.
c)  Pastikan core dalam kondisi bersih.
d)  Siapkan pemotretan sisa core, meliputi; pastikan core-box terkena cahaya yang  cukup memadai dan tidak terkena bayangan, gunakan warna netral untuk alas atau background cor-box (misalnya : triplek).
e)  Potret core-box dari arah normal (tegak lurus). Pastikan satu core-box masuk dalam satu frame. Simpan file photo di tempat yang semestinya dan buat file back-up nya. Kalau perlu edit label-label yang ada pada core-box agar lebih mudah dapat di baca (Gambar 3)
f)   Simpan core-box di core-house dengan tinggi tumpukan maksimum per rak sebanyak 3 core-box (Gambar 4).
13.   Jika pengeboran telah selesai untuk satu titik bor, cantumkan tanggal selesai pada lembar deskripsi.
14.   Olah data bor pada lembar deskripsi ke dalam bentuk data softcopy (komputer) dan sajikan dalam bentuk log-bor.
15.   Serahkan semua data : hardcopy, softcopy, dan photo-photo kepada Pemeriksa (Site Engineer).
16.   Setelah selesai diperiksa, perbaiki data dan log-bor, cantumkan nama pemeriksa dan tanggal diperiksa, simpan file, cetak field sheet dan log bor lalu simpan dalam folder khusus untuk digunakan sebagai sumber data.

Tabel 1. Contoh Tabel Pengamatan Batuan Pemboran Inti Geoteknik

Tabel 2. RMR System (Bieniawski 1989)

Tabel 3. Classification of Intact Rock Strength (ISRM)

Tabel 4. Classification of Weathering Condition (ISRM, 1981b)

Tabel 5. Code of Laboratory Test

Gambar 1. Ilustrasi menentukan RQD (After Deere, 1989)

Gambar 2. Kode sampel yang tertera pada kemasan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar